• +6221 4288 5430
  • +62 8118 242 558 (BIC-JKT)
  • +62 8118 242 462 (BIC-INA)
  • info@bic.web.id

SIMFONI INOVASI - PART 02



SIMFONI INOVASI PART 02

KK: Di kampus, ketika saya menjabat rektor ITB, upaya ke arah itu cukup kuat. Tetapi tentunya ada agenda-agenda lain yang juga menjadi prioritas. Kami berupaya menggelar semacam information highways, atau jalan raya informasi di dalam kampus. Kami percaya kalau highway ini ada, informasi akan mengalir. Sirkulasi informasi dalam kampus itu terjadi. Namun, ini justru memperkokoh posisi bahwa kampus itu "menara gading". Mengapa demikian? Karena ada kesenjangan dengan dunia luar. Di dalam kampus kita gunakan "jalan raya", tapi di luar kita menemui "jalan-jalan sempit" lagi. Jadi, saya merasa ini kemajuan, tapi sekaligus juga memperkokoh keadaan 'menara gading'.

SS: Masalah information highways itu, kalau ingin bisa dimengerti oleh masyarakat umum dan mendapat dukungan, bisa kita analogikan dengan jalan raya fisik. Kalau Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan jalan-jalan raya fisik, mengapa tidak ada anggaran untuk membangun jalan raya informasi? Semua urusan ini diserahkan pada para operator. Tidak bisa begitu! Mestinya dibicarakan dalam kabinet mapun parlemen, bahwa pemerintah sebagai penanggung jawab tumbuhnya infrastruktur umum di Indonesia, perlu membangun jalan raya informasi itu. Bahwa kalau nanti para perusahaan operator mau bergabung, silahkan saja; seharusnya begitu.

KK: Bukankah mengenai infrastruktur informasi itu sudah kuat keinginan Pemerintah? Kalau kita lihat, memindahkan sektor pos dan telekomunikasi dari Departemen Perhubungan untuk menjadi sebuah departemen tersendiri merupakan langkah yang strategis. Ini menunjukkan suatu strategic intent. Hanya saja, mereka yang "menyambut bola" yang masih kebingungan, bagaimana memainkan bola itu. Lalu, peluang yang ada. Kita punya infrastructure summit. Departemen Kominfo itu selalu dilibatkan. Tapi mereka belum bisa menawarkan apapun. Padahal strategic intent ada, dan peluang ada.

SS: Betul sekali itu! Jadi, infrastructure summit sebagai milestone. Yang saya belum melihat, karena saya bukan bagian dari pemerintah, apakah sudah ada pembicaraan bahwa dalam APBN ada alokasi untuk infrastruktur informasi? Ini penting sekali! Kalau memang ada, sangat bagus. Apalagi kalau parlemen secara politis mendukung.

KK: Uang yang berasal dari PNBP, yang berasal dari para operator itu, dikembalikan ke negara kok! Artinya, bola sudah digelindingkan, strategic intent kuat, dan peluang ada. Tapi yang menyambut bola tidak tahu apa yang harus dimainkan. Sebetulnya, konsep sudah ada. Teruskan saja Nusantara-21.

SS: Jadi, ini sesuatu yang tipikal kita. Yakni, gagal menerjemahkan gagasan yang besar ke dalam langkah-langkah praktis. Kita kenal slogan "the devil is the detail". Jadi, penjabaran langkah-langkah praktis secara rinci itu yang tidak ada pengawalnya. Gagasan yang besar akan berhenti di tataran gagasan, kecuali ada yang mengawal penerjemahannya secara rinci ke dalam langkah-langkah praktis. Kan, begitu PNBP itu disetorkan ke Departemen Keuangan, semua orang tahu bahwa itu tidak akan kembali ke sektor terkait. Karena untuk bisa kembali ke sektor itu, proses politisnya rumit sekali. Jadi, secara praktis tidak mungkin PNBP yang berasal dari sektor telekomunikasi kembali ke sektor itu.

KK: Ya, tampaknya kendaraan-kendaraan yang dibentuk untuk mengantarkan ke tempat tujuan, justru mogok.

SS: Kalau kita coba perluas, masalahnya adalah mesin birokrasi. Apakah mesin birokrasi itu mampu menerjemahkan gagasan-gagasan besar ke dalam realitas? Ini pertanyaan penting. Gonta-ganti kabinet tidak akan ada artinya kalau mesin birokrasi ini tidak mampu menerjemahkan gagasan tersebut. Dalam tubuh pemerintahan itu terdapat unsur-unsur yang berubah melalui Pemilu, tapi ada yang terus bertahan tetap. Yang tetap itu mesin birokrasi. Ini yang sangat penting perannya.

KK: Sebetulnya mekanisme pendanaan matching fund sudah ada. Dana ini ada yang bentuknya moneter, ada yang bukan moneter. Misalnya dalam bentuk jaminan uang di bank.

SS: Jadi penjabaran rincinya sampai ke mekanisme pendanaan itu, termasuk permasalahan tender secara transparan, merupakan faktor penting.

KK: Betul! Termasuk kalau highway sudah ada, harus diterjemahkan bagai-mana operator akan bekerja, seperti apa aturan mainnya, dan lain-lain.

SS: Highways itu cukup dalam bentuk ring besarnya.

KK: Masih ada permasalahan lain, terkait dengan penerjemahan terinci itu. Dalam kasus Satelit Palapa, penerjemahan itu komprehensif, sampai pada program televisi masuk desa dan program Klompencapir. Ini semua membuat intended value atau benefit itu betul-betul menjadi nyata. Nah, sekarang ini, apakah orang-orang yang merumuskan agenda TIK mampu menjadikan kenyataan manfaat-manfaat TIK itu? Misalnya, bagaimana TIK bisa betul-betul bermanfaat bagi sektor kesehatan?

SS: Ya, TIK itu facetnya jamak. TIK itu payung besarnya. Tapi apa yang masuk dalam kategori TIK itu beragam sekali, termasuk TV. Tapi, TIK dalam arti yang lebih sempit, sebagai fasilitas informasi yang membuat kita bekerja lebih efektif, lebih transparan, ini memerlukan keterampilan untuk memanfaatkannya. Dunia usaha yang ingin berdaya saing sudah memanfaatkan TIK. Nah, sekarang, sektor mana lagi yang akan memanfaatkan TIK? Ini pertanyaannya, kan? Kita ingin pemerintahan memanfaatkan TIK.  Kalau bisa kita bergerak cepat untuk memasukkan TIK dalam operasi dan prosedur kerjanya, sehingga manfaatnya terasa bagi masyarakat. Memang masyarakat bukan pengoperasi.

KK: Sebetulnya itu kan kita bisa lakukan dengan meneruskan kisah sukses sebelumnya. Dalam kasus Palapa dan TVMD, itu kan sudah menjadi bagian yang menyatu dengan masyarakat. Sekarang juga komunikasi seluler sudah menjadi bagian dari gaya hidup, dan sudah membawa nilai tambah. Nah, bagaimana ini didifusikan, dirembeskan ke area-area aktivitas sosial yang lain.

SS: Memang kalau dibandingkan dengan Palapa, ada perbedaan. Affordability atau keterjangkauan! Telepon itu sudah affordable. Tapi, begitu internet diterjemahkan ke dalam akses dan komputer, muncul persoalan baru. Ini menjadi tidak affordable seperti halnya telepon. Jadi, manfaatnya itu harus dibuat terasa. Dan ini mudah, asal dieksekusi. Kalau orang merasakan bahwa hidup jadi lebih mudah, pesan tiket pesawat jadi mudah, maka dia akan meminta layanan itu.

KK: BRI itu mengembangkan layanan ATM di desa-desa. Kalau tidak bisa tanda tangan, ya cap jempol.

SS: Lalu pertanyaannya, apakah peran kita dalam produksi TIK? Untuk komponen perangkat keras, pertanyaannya apakah kita mampu berproduksi se efisien Cina, sehingga harganya bersaing? Kalau bisa, kita buat. Kalau tidak bisa, lupakan saja, karena buang-buang energi. Tapi kalau perangkat lunak, itu tidak terbatas. Beberapa eksperimen telah dimulai. Misalnya, kita punya Bali Camp. Hanya saja belum ada yang bersemi. Pertanyaannya, mengapa belum ada yang bersemi? Ada sesuatu yang tidak benar di sini. Lahan kita kurang subur bagi kultivasi kreativitas seperti itu. Di India, lahan kreativitas seperti itu sangat subur.

KK: Kalau India "the land of plenty", sedangkan kita "the plenty of lands?"


SS: (Ha ha ha...!) Nah, itu perlu kita cermati mengapa semua inisiasi kreatif itu tidak berhasil bersemi. Benihnya sudah ada. Dan orang-orang kreatif itu punya relasi-relasi global. Peluangnya juga ada. Tetapi lahannya yang tidak subur. Pengindustrian kreativitas menjadi suatu kekuatan ekonomi itu yang kita gagal terus. Kalau kita lihat Korea Selatan, kreativitasnya sederhana. Mereka mengganti nada dering menjadi musik. Tapi setelah ini ditemukan, rantai nilainya itu mereka bangun sampai ke hilir. Itu menjadi bisnis besar. Sekarang para artis masuk ke bisnis itu. Tidak ada pembajakan seperti dalam produksi DVD. Penghasilan mereka meningkat. Mulai dari Peterpan, Samsons, Raja, mereka meraih penghasilan besar dari bisnis ringtone itu. Gagasannya sederhana. Tetapi mereka tidak berhenti di fase itu. Rantai nilainya dibangun. Mulai dari platform, perangkat lunak, IPR connection, semuanya dikembangkan. Kreativitas menjadi suatu kekuatan ekonomi. Memang ini suatu upaya multidisiplin mulai dari riset, pengembangan, komersialisasi, sampai menjadi komoditas di pasar. Ini suatu upaya multidisiplin.


(END OF DIALOGUE) 


Komentar

Belum ada komentar

Tinggalkan Pesan

Blog Terbaru

SIMFONI INOVASI - PART 01

BIC mendapat kiriman (entah dari siapa?) catatan dialog inovasi antara Dr. Kusmayanto Kadiman (

SIMFONI INOVASI - PART 02

SIMFONI INOVASI  - PART 02 KK: Di kampus, ketika saya menjabat rektor ITB, upaya ke arah

Memahami Pertumbuhan Ekonomi yang Didorong Inovasi

Pada 13 Oktober 2025, Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia mengumumkan para pemenang Hadiah Nobe

Cara Negeri Israel Membangun Ekosistem Inovasi

Pentingnya membangun ekosistem inovasi Indonesia yang “sehat” dan efektif sebenarnya tel

Model Ekosistem Inovasi Lembah Silikon (Silicon Valley)

Membahas soal ekosistem inovasi, banyak orang menengok ke "biang" ekosistem inovasi d