Cara Negeri Israel Membangun Ekosistem Inovasi
Pentingnya membangun ekosistem inovasi Indonesia yang “sehat” dan efektif sebenarnya telah menjadi topik bahasan sejak lama. Bahkan pendirian BIC oleh Kementerian Ristek, alasan utamanya adalah untuk membangun ekosistem inovasi; sekalipun tujuan, pendekatan dan labelnya bisa berbagai-macam; bisa dinamai BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Dewan Riset Nasional (DRN), Sistem Inovasi Nasional (SINAS), Business Technology Center (BTC) yang mendahului BIC di tahun 2008, atau secara “generik” dilabeli dengan Sinergi A-B-G, bahkan barangkali hal yang sama menjadi alasan pendirian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat ini.
Namun demikian, kita juga dihadapkan pada kenyataan bahwa ekosistem inovasi kita masih belum menunjukkan peran sesuai impian, yaitu untuk mengakselerasikan kemajuan Indonesia, khususnya dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Oleh karena itu, kita perlu terus berupaya mencari model dan kegiatan ekosistem inovasi yang cocok bagi Indonesia, karena ternyata membangun ekosistem inovasi pada tataran negara tidak dapat dilakukan secara “copy & paste” dari keberhasilan ekosistem inovasi di negara lain.
Artikel blog kali ini akan mengangkat paparan dari Dr. Jonathan Menuhin, CEO dari Israel Innovation Institute (III), yang berbagi ilmu dan pengalamannya di acara diskusi online Global Innovation Management Institute (GIMI) baru-baru ini. Dengan batasan kuota panjang tulisan di Blog BIC, serta kemampuan interpretasi oleh penulis; diharapkan tulisan ini tetap dapat membantu kita untuk menuju cita-cita memiliki ekosistem inovasi yang lebih “mujarab”, demi menggapai cita-cita Indonesia Emas – 2045.
Tentang Israel Innovation Institute
Israel Innovation Institute ( selanjutnya disebut III) sebagai organisasi swasta nirlaba berbagi cerita dan pengalaman tentang bagaimana organisasinya mengembangkan ekosistem inovasi bagi bangsa dan negeri Israel. Dengan pengalaman selama 13 tahun membina ekosistem inovasi, III melalui kelompok think-tanknya yang bernama: Catalyst Innovation Management , mereka kini telah menawarkan jasa layannya bagi berbagai negara, lembaga dan organisasi internasional, baik di tingkat nasional, tingkat regional, tingkat kota, ataupun organisasi lainnya, dalam mengembangkan ekosistem inovasi; untuk memacu daya saing, pertumbuhan bisnis, bahkan pengembangan ekonomi dan sosial seluruh negeri.
Catalyst Innovation Management adalah “rumah” bagi seluruh pemangku kepentingan utama dalam jejaring inovasi di Israel, termasuk lebih dari 3.000 perusahaan rintisan (startups), ratusan investor internasional, serta berbagai organisasi pemerintah maupun internasional. Selama dekade terakhir, layanan Catalyst menghasilkan pertumbuhan investasi lebih dari US$ 40 miliar.
Menarik juga untuk kita simak kedua Missi III, yang secara konsisten dijadikan sebagai panduan fokus seluruh kegiatan mereka:
- Mempromosikan teknologi agar dapat menghadapi tantangan global; dengan senantiasa memperkaya keragaman dan kekuatan teknologi yang dimiliki agar dapat menghadapi tantangan perubahan dunia.
- Mengembangkan dan menerapkan solusi-solusi untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial; dengan terus-menerus membuat “beta-sites” untuk menerapkan dan menguji solusi-solusi sembari jalan.
Model Ekosistem Inovasi III
Pembelajaran yang terpenting dari III adalah cara mereka mendorong inovasi nasional dari kacamata ekosistem inovasi nasional, yang didefinisikan sebagai jejaring dinamis dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) inovasi baik dalam bentuk organisasi, tokoh-tokoh inovasi, dan berbagai sumberdaya alam, tenaga kerja, kapital, termasuk strategi, peraturan dan kebijakan pemerintah.
Ekosistem inovasi yang sehat oleh III didefinisikan sebagai kolaborasi seluruh stakeholder secara kompak dan terpadu dalam mengembangkan inovasi demi memacu pertumbuhan bangsa. Stakeholder inovasi yang dimaksud sebenarnya juga sudah kita kenali di Indonesia, dan pada umumnya juga ada di negeri-negeri berasaskan demokrasi dan sistem perekonomian terbuka. Ke sepuluh stakeholder III tersebut adalah: (1) Pemerintah / sektor publik, (2) Bisnis / Korporasi, (3) Wirausahawan, (4) Pemodal / Investor, (5) sektor industri, (6) sektor Jasa-Jasa (Services), (7) perusahaan pemula (startups), (8) Lembaga-lembaga LitBang & Inovasi, (9) Dunia pendidikan, dan (10) Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) termasuk Koperasi.
Ke depan, barangkali kita juga perlu belajar dari strategi, sistem, metodologi, serta pengalaman dari III; dalam mengembangkan inovasi mereka terfokus pada efektivitas ekosistem inovasi. Dr. Menuhin, dalam paparannya berbagi tentang pengembangan dan pengelolaan ekosistem inovasi nasional Israel secara terpadu, sistematik dan “terstruktur”.
Ekosistem inovasi III dibangun dengan lima pilar utama (lihat gambar: Innovation Ecosystem Management), yaitu: (1) Market Education, “pendidikan inovasi” dengan menghimpun dan mengajak seluruh stakeholder inovasi ke dalam ekosistem inovasi, sebagai fondasi dari ekosistem inovasi, (2) Social Capital Creation: membangun koneksi di antara para stakeholder untuk memanfaatkan “aset” satu-sama lain melalui interaksi di dalam ekosistem inovasi, (3) Access to Knowledge: membantu setiap stakeholder berbagi pengetahuan dan pengalaman agar kinerja mereka menjadi lebih baik dan tetap relevan, (4) Access to Knowledge: membantu setiap stakeholder berbagi pengetahuan dan pengalaman agar kinerja mereka menjadi lebih baik dan tetap relevan, dan dipuncak ekosistem adalah: (5) Internationalization: kolaborasi inovasi internasional (lintas-batas) untuk meningkatkan kapasitas, sumberdaya, jejaring inovasi ke dalam ekosistem inovasi.
Lessons Learned
Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa mengembangkan ekosistem inovasi di setiap negara tidak semudah melakukan “copy & paste” dari keberhasilan ekosistem inovasi di negara lain, namun Dr. Menuhin tetap ingin berbagi berbagai prinsip, tentang bagaimana negara Israel membangun ekosistemnya.
Yang pertama, adalah perlunya senantiasa memahami tahapan dari perkembangan dari ekosistem inovasi yang kita bangun. Pahami apakah kendala atau hambatan yang paling berat yang harus ditanggulangi. Kita tidak bisa mengabaikan atau melompatinya, karena ekosistem adalah suatu sistem, semua bagian sistem harus berinteraksi dan berpartisipasi.
Yang kedua, kita juga perlu mengetahui apa yang paling berpotensi untuk mendukung ekosistem inovasi agar berhasil, dan itulah yang terus menerus harus kita kejar,
Yang ketiga, kita harus jeli mengamati peluang-peluang yang paling berpotensi untuk membuat ekosistem inovasi kita menghasilkan nilai tambah yang konkrit, lalu kemudian secara kreatif mengembangkan dan memperluas penciptaan nilai tambahnya,
Yang keempat, kita harus terus-menerus membangun dan memperkuat kemitraan dengan (sembilan) stakeholder yang lain, karena keberhasilan dalam membangun ekosistem inovasi merupakan cerminan dari kemampuan kita dalam menciptakan nilai melalui kolaborasi dengan stakeholder yang lain, itu berarti mitra kolaborasi lainnya juga menikmati nilai tambah yang diciptakan, dan akhirnya …
Yang kelima, selalu siaga dan waspada bahwa lingkungan ekosistem kita senantiasa berubah, oleh karena itu ekosistem inovasi kita harus mampu senantiasa melakukan “renovasi” (memperbaharui diri) dan mampu beradaptasi pada setiap perubahan yang terjadi.
Salam inovasi!
(KS/010825)