• +6221 4288 5430
  • +62 8118 242 558 (BIC-JKT)
  • +62 8118 242 462 (BIC-INA)
  • info@bic.web.id

Memahami Pertumbuhan Ekonomi yang Didorong Inovasi



Pada 13 Oktober 2025, Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia mengumumkan para pemenang Hadiah Nobel Ekonomi 2025, yang secara resmi dikenal sebagai Penghargaan Sveriges Riksbank dalam Ilmu Ekonomi untuk Mengenang Alfred Nobel. Penghargaan ini diberikan kepada Joel Mokyr, Philippe Aghion, dan Peter Howitt atas karya rintisan mereka secara bersama untuk menjelaskan / memahami pertumbuhan ekonomi yang didorong inovasi. Saat pemberian penghargaan, Panitia Nobel menyatakan bahwa “trio” ini berhasil membuktikan secara ilmiah bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkelanjutan bukanlah barang sepele, atau sekadar kebetulan. Hal ini telah ditunjukkan oleh berbagai negara di era “modern” yang menerapkan kebijakan ekonomi dan bisnis berbasis inovasi, dan mereka berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi mereka dengan pesat. Karya mereka juga menjawab salah satu pertanyaan penting dalam ilmu ekonomi: “Mengapa ekonomi modern dapat tumbuh cepat, sementara dalam catatan sejarah ratusan tahun sebelumnya, perekonomian dunia cenderung stagnan? (Gambar 01)

Dua Bagian Teori untuk Menjadi Sebuah Teori yang Lengkap

Hadiah Nobel Ekonomi 2025 di anugerahkan kepada dua karya / teori ilmu ekonomi, yang mencerminkan dua pendekatan yang saling melengkapi dalam memahami pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi. Mokyr menerima separuh hadiah atas keberhasilannya mengidentifikasi prasyarat pertumbuhan berkelanjutan melalui kemajuan teknologi; dan duo Aghion dan Howitt berbagi separuh hadiah lainnya, atas teori mereka tentang pertumbuhan berkelanjutan melalui destruksi kreatif (creative destruction). Pembagian ini mencerminkan sifat saling melengkapi dari kontribusi mereka. Mokyr menjelaskan kapan dan di mana pertumbuhan mandiri menjadi mungkin dengan mengkaji kondisi historis dan budaya. Aghion dan Howitt menjelaskan bagaimana pertumbuhan mempertahankan dirinya, melalui pemodelan matematika, persaingan dan inovasi.

Joel Mokyr: Fondasi untuk Pertumbuhan Berkelanjutan

Joel Mokyr menunjukkan mengapa penemuan-penemuan (inventions) dan inovasi-inovasi (innovations) yang hebat sebelum era modern, pada umumnya gagal untuk memicu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Argumen Mokyr, bahwa dalam berbagai penemuan dan inovasi tersebut, sebagian besar tetap terisolasi, karena dalam masyarakat waktu itu tidak ada kerangka kerja berbasis pengetahuan untuk memanfaatkannya secara sistematis.  Mokyr mengidentifikasi dua bentuk pengetahuan yang dibutuhkan untuk kemajuan berkelanjutan: pengetahuan preskriptif (pengetahuan tentang apa yang berhasil?) dan pengetahuan proposisional (pemahaman ilmiah tentang mengapa pengetahuan itu berhasil?), (Gambar 02).

Aghion dan Howitt: Mesin Penghancur Kreatif

Berdasarkan perspektif pandang yang berbeda, Philippe Aghion dan Peter Howitt mengembangkan dan memformalkan model bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat didorong secara berkelanjutan melalui penghancuran kreatif (creative destruction). Karya mereka yang dipubilkasikan pada tahun 1992 telah memanfaatkan konsep “creative destructions” yang diwacanakan oleh Joseph Schumpeter (1942) menjadi alat analisis yang sistematik. Penghancuran kreatif menggambarkan proses di mana inovasi baru dikembangkan untuk menggantikan teknologi yang lama. Misalnya saja, inovasi ponsel pintar dikembangkan untuk menggantikan ponsel lipat; dan kamera digital telah “menghancurkan” kamera yang menggunakan film menjadi produk usang. Model Aghion-Howitt ini menunjukkan bahwa penghancuran secara kreatif bukanlah sekadar membuat perubahan, melainkan dapat dijadikan mekanisme untuk mendorong pertumbuhan bisnis atau ekonomi secara berkelanjutan.

Sebuah perusahaan berinvestasi dalam riset dan inovasi (R&D) untuk menciptakan produk unggulan, agar dapat meraih keuntungan melalui posisi monopoli setidaknya untuk “sementara” di pasar. Keuntungan ini akan menarik para pesaing untuk juga mengembangkan produk yang lebih baik lagi; agar mereka dapat menggantikan posisi sang pemimpin pasar saat itu. Siklus ini terus berulang, dimana setiap inovasi dibangun di atas inovasi yang sebelumnya. Model ini termasuk dalam teori pertumbuhan endogen, di mana pertumbuhan berasal dari dalam sistem ekonomi melalui inovasi yang “disengaja”. Model Aghion-Howitt mengungkapkan bahwa kekuatan monopoli “sementara” sangat penting bagi pertumbuhan. Perusahaan berinvestasi dalam R&D hanya karena mereka berharap dapat mendominasi pasar untuk sementara demi mengembalikan investasi mereka. Tanpa insentif ini inovasi menjadi kurang termotivasi. Namun, monopoli ini harus dirancang bersifat sementara. Jika sang pemain dominan kemudian terlalu sibuk menghalangi masuknya para pesaing baru, bisa-bisa siklus inovasi mereka akan terputus, dan akibatnya pertumbuhan mereka sendiripun akan terhambat (Gambar 03).

Inovasi dan Pembangunan Ekonomi

Inovasi merupakan pendorong fundamental kemakmuran ekonomi modern, yang mengubah cara masyarakat menciptakan pertumbuhanberkelanjutan, keluar dari stagnasi historis. Para peraih Nobel 2025 ini menunjukkan bahwa pertumbuhan berkelanjutan hanya terjadi ketika perekonomian secara sistematis mendorong dikembangkannya berbagai invensi dan inovasi melalui kemajuan teknologi secara berkelanjutan. Inovasi meningkatkan produktivitas, sehingga diperoleh lebih banyak output dari sumber daya yang sama, yang tentunya meningkatkan standar hidup. Melalui destruksi kreatif, teknologi baru menggantikan teknologi lama, menciptakan siklus pertumbuhan baru di mana persaingan mendorong perbaikan berkelanjutan. Inovasi juga menciptakan lapangan kerja bernilai tinggi, memecahkan tantangan kritis seperti perubahan iklim dan layanan kesehatan, serta memberikan keunggulan kompetitif di pasar global.

Contoh konkrit yang mereka ajukan adalah India. India yang biasanya dipersepsikan sebagai negeri dengan masa depan yang “suram” dengan jumlah penduduknya yang terbanyak di dunia sejak 2023; ternyata membuktikan diri mereka sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia; bahkan telah mengungguli Tiongkok yang sebelumnya selalu berada di peringkat nomor wahid, dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari 7% per tahun pada beberapa tahun terakhir.  Pada saat yang sama India juga muncul sebagai pusat inovasi global yang signifikan. Negeri ini menempati peringkat teratas dalam pengajuan paten global di bidang farmasi dan teknologi informasi. India juga kini menjadi jagoan dalam pengembangan inovasi “terjangkau” bersaing dengan Tiongkok; misalnya dalam menawarkan perangkat medis berbiaya rendah, solusi rekayasa yang hemat biaya, bahkan dalam mengembangkan teknologi luar angkasa dengan biaya yang kompetitif.

Bagaimana dengan Indonesia?

Saat ini pemerintah kita juga sedang “hot” mencanangkan impian Indonesia Emas-2045; dan pertumbuhan ekonomi sekitar 8% per tahun diyakini sebagai syarat mutlak untuk merealisasikan impian bangsa tersebut. Para peraih Nobel Ekonomi 2025 di atas telah memberikan “kisi-kisi” bagi Indonesia; bahwa kunci mencapai Indonesia Emas – 2045 adalah INOVASI! Penjelasan yang disampaikan oleh Mokyr di atas, bahwa berbagai invensi dan inovasi tidak menciptakan dampak bagi pertumbuhan ekonomi, adalah karena sebagian besar dari “bibit” pertumbuhan ini masih “terisolasi” perlu memperoleh perhatian khusus; karena justru pada saat sekarang pemerintah terus-menerus menyerukan agar dilakukan hilirisasi. Mokyr mengindikasikan bahwa kemungkinan kita belum berhasil mengembangkan kerangka kerja berbasis pengetahuan untuk memanfaatkannya secara sistematis. Barangkali dampak akan terjadi seandainya sinergi A-B-G berhasil kita realisasikan?

Di era awal berdirinya BIC (2010-an), seorang inovator yang prihatin karena banyaknya Apel Malang yang tidak laku saat panen raya, lalu mengembangkan peralatan penggorengan vakum untuk membuat kripik apel, dengan pompa vakum yang dibangkitkan dari pompa air rumahan. Dalam proses inovasi ini, sepertinya telah terjadi sinergi antara pengetahuan preskriptif atau pengetahuan praktis "bagaimana caranya?" untuk memproduksi kripik apel, dan pengetahuan proposisional, yang memberikan pemahaman ilmiah, "mengapa bisa berhasil?". Singkat cerita, inovasi ini telah mengangkat kota Malang sebagai sentra kripik buah nasional dan bahkan internasional; bukan hanya buah apel, tapi juga puluhan buah tropis lainnya, bahkan dilanjutkan untuk membuat kripik dari sayuran; dengan alasan, permasalahan (serta peluang) yang sama untuk berinovasi. Silakan disimak salah satu versi video kisahnya di tautan berikut: https://www.youtube.com/watch?v=R_lajG-tHL4&t=127s

Gagasan Mokyr di atas tentang pengetahuan preskriptif dan pengetahuan proposisional barangkali dapat secara konkrit membantu dalam merealisasikan sinergi A-B-G lainnya di Indonesia. Dalam hal ini kebijakan inovasi pemerintah diharapkan lebih mendorong dan memotivasi para ilmuwan / inventor / inovator yang sebagian besar adalah abdi negara (PNS), untuk secara pro-aktif memahami pengetahuan preskriptif (pengetahuan tentang apa yang berhasil, yang bernilai, atau yang diperlukan) yang tentunya berada di dunia nyata; selain juga perlu lebih serius berupaya mendorong mereka menjual invensi / inovasi mereka dalam bentuk pengetahuan proposisional (pemahaman ilmiah tentang mengapa invensi / inovasi prospektif), dengan proposisi yang mudah dipahami agar akhirnya diminati oleh masyarakat
Sementara itu Model Aghion-Howitt juga mengingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi kita yang bermaksud “mulia”, patriotik, dan bertanggung-jawab; padahal malahan bisa justru berakibat putusnya siklus inovasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, kebijakan-kebijakan yang memberi perlindungan bagi pelaku usaha nasional, juga bisa menghasilkan kekuatan monopoli yang berlebihan, dan seringkali kebablasan sehingga tidak lagi “sementara”. Inipun bisa mengakibatkan putusnya kesinambungan inovasi, yang selanjutnya menyebabkan stagnasi dalam pertumbuhan ekonomi.

Salam inovasi!

(ks/301025)

 


Komentar

Belum ada komentar

Tinggalkan Pesan

Blog Terbaru

Memahami Pertumbuhan Ekonomi yang Didorong Inovasi

Pada 13 Oktober 2025, Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia mengumumkan para pemenang Hadiah Nobe

Cara Negeri Israel Membangun Ekosistem Inovasi

Pentingnya membangun ekosistem inovasi Indonesia yang “sehat” dan efektif sebenarnya tel

Model Ekosistem Inovasi Lembah Silikon (Silicon Valley)

Membahas soal ekosistem inovasi, banyak orang menengok ke "biang" ekosistem inovasi d

Kapankah & Akankah Ekonomi Kita Meroket?

Pada umumnya orang meyakini bahwa keberhasilan inovasi suatu bangsa/negara pasti akan mendorong pert

PRINSIP-PRINSIP, KIAT, DAN STRATEGI DUBAI DALAM BERINOVASI

Dubai dinilai sebagai sebuah simbol sukses, atau bahkan keajaiban, inovasi pada tataran negara di er