PRINSIP-PRINSIP, KIAT, DAN STRATEGI DUBAI DALAM BERINOVASI
Dubai dinilai sebagai sebuah simbol sukses, atau bahkan keajaiban, inovasi pada tataran negara di era masa kini. Banyak orang beranggapan bahwa “keajaiban” inovasi Dubai adalah karena melimpahnya produksi minyak bumi yang menghasilkan “Petro Dollar” dari negeri Emirat di tengah gurun pasir ini. Namun ternyata, anggapan tersebut tidaklah benar, karena Dubai cuma memiliki sekitar 4 persen dari cadangan minyak bumi negeri-negeri Emirat Arab. Mayoritas cadangan minyak bumi Emirat ada di Abu Dhabi yang memiliki sekitar 94 persen cadangan, sedangkan 2 persen selebihnya adalah milik negara Emirat lainnya.
Hal ini dipaparkan oleh Direktur Eksekutif Dubai Future Foundation dari United Arab Emirates (UAE), Saeed al Falasi, yang menjadi pemapar perdana serial acara GIMI Think-Tank terkait inovasi dan kecerdasan buatan (AI), pada 8 Januari 2025 yang lalu. Secara sistematik Saeed al Falasi menjelaskan bagaimana Dubai, sebagai salah satu emirat UAE, berkembang menjadi sebuah “oasis”, dan simbol sukses sebuah negeri yang inovatif, di tengah gersangnya gurun di Jazirah Arab.
Sekalipun tak mungkin menjadikan paparan Mr. Saeed al Falasi tersedia lengkap di Blog BIC karena halaman blog yang dibatasi kuota; berikut adalah rangkuman paparan beliau, yang semoga bisa menjelaskan prinsip-prinsip utama, kiat, dan strategi negeri ini yang terbukti sukses berinovasi secara fenomenal selama beberapa dekade terakhir.
1. Future Foresights
Salah satu hal yang sepertinya merupakan landasan Dubai berinovasi adalah orientasi pemerintah yang senantiasa melihat ke depan. Belakangan hal ini dikenal dengan jargon “Future Foresights”, yaitu tuntutan terus-menerus dari para pemimpin Dubai ke rakyatnya (dan birokratnya) untuk berpikir, membayangkan, memprediksi mengenai apa yang akan terjadi; atau apa yang akan dibutuhkan di masa depan. Selanjutnya, setiap saat mereka berupaya untuk menetapkan definisi “generik” dari masa depan yang mereka bayangkan, kemudian mereka diminta mencari bagaimana menetapkan target dan ukuran, untuk menunjukkan bahwa mereka telah mencapainya.
Hal ini tak terlepas dari peran duo pemimpin Dubai Sheik Mohammed bin Rasyid al-Maktoum dan Sheik Mohammed bin Zayed Al Nahyan (di Indonesia dikenal dengan MBZ, yaitu nama jalan toll layang Jakarta - Cikampek). Pada setiap kesempatan para pemimpin tertinggi Dubai senantiasa menagih para birokratnya: “Seperti apakah Dubai sepuluh tahun dari sekarang?” Tak ketinggalan “ancaman” terus-menerus mereka lontarkan; bahwa kalau mereka tidak bisa membayangkan apa peran mereka nantinya sepuluh tahun lagi lalu melakukan sesuatu sekarang; tak ada jaminan bahwa jabatan atau bahkan kantor mereka di Kepolisian, atau di Bea Cukai, atau di bagian Pengadaan akan masih eksis. Untuk memastikan bahwa seluruh negeri Dubai ikut berpikir soal masa depan, pemerintah Dubai mencanangkan Ten-X Program, yang esensinya adalah untuk memaksa para pejabat negara untuk terus-menerus memikirkan “Seperti apakah Dubai yang mereka inginkan sepuluh tahun dari sekarang?”
2. Future Accelerator Program / Startup
Saat pemerintah Dubai mencanangkan untuk mengembangkan program startup, inkubator atau akselerator untuk berinovasi; tidak seperti yang sebagaimana umumnya dilakukan oleh pemerintah lainnya; pemerintah Dubai tidak mengundang, merekrut, dan menyediakan pendanaan bagi para entrepreneur, atau UKM, atau pelaku bisnis lainnya. Tapi mereka malah menugaskan badan dan lembaga negara mereka sendiri untuk berperan sebagai startups! Argumennya, Dubai ingin menjadikan badan atau lembaga negara itu sendiri menjadi penggerak inovasi secara langsung, untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Dubai.
Pada hakekatnya setiap startup butuh agility/kelincahan, serta dapat mengambil keputusan dengan cepat / “ad-hoc”. Hal ini jelas tidak cocok dengan mekanisme birokrasi pemerintah yang berlaku yang cenderung lambat, karena perjabatnya mesti patuh mengikuti mekanisme birokrasi yang berlaku. Konsekwensinya, setiap badan dan lembaga negara yang berperan sebagai startup dituntut mentransformasikan pola pikir birokrasi mereka, menjadi pola pikir startup yang lincah dan mampu mengambil / mengubah keputusan mereka secara cepat. Bahkan sebagai startup, sesuai dengan dinamika perubahan yang terjadi mereka didorong untuk berani dan bisa mengajukan perubahan anggaran atau rencana yang mereka buat sendiri sebelumnya.
Untuk memastikan bahwa seluruh negeri Dubai berpikir soal masa depan, pemerintah Dubai mencanangkan Ten-X program, yang esensinya adalah untuk memaksa para pejabat negara untuk terus-menerus memikirkan “seperti apakah Dubai yang mereka inginkan sepuluh tahun dari sekarang?”
3. Dubai Future Academy
Sebagai bagian dari kegiatan Dubai Future Foundation yang ditujukan untuk mentransformasikan pola pikir para birokrat untuk berperan sebagai startup inovasi, dibentuklah Dubai Future Academy, yang bertugas untuk mengembangkan kesempatan belajar tentang Future Foresights melalui kolaborasi dengan berbagai penyedia pendidikan kelas dunia. Lembaga ini memiliki program yang mereka sebut dengan FEEL - A Disruptive Futures Program, yang menyelenggarakan paket belajar selama empat minggu, untuk meningkatkan kemampuan para birokrat Dubai untuk mampu dan mau berpikir “disruptif” dalam memimpin Dubai menuju masa depan.
Program ini juga mengundang para visioner dan pakar terkemuka dari seluruh dunia, yang dinilai memiliki pemikiran dan pengalaman dalam inovasi disruptif terdepan. Selain itu, program ini juga mengorganisasikan berbagai kunjungan ke pusat-pusat teknologi maupun organisasi yang mereka nilai paling inovatif di dunia. Pemerintah Dubai menyadari bahwa tidak banyak pejabatnya yang “nyaman” pada perubahan, apalagi saat mereka sudah merasa mapan. Jadi tantangan inovasi buat mereka adalah bagaimana membuat agar semangat mengubah dan “mendisrupsi” dengan orientasi masa depan menjadi DNA para birokrat negara?
4. Memilih Mitra Inovasi Kelas Dunia
Ternyata para pakar dan tokoh inovasi terkemuka di dunia umumnya cenderung menawarkan produk (konsep, metoda, praktek) generik mereka, yang mereka yakini sebagai cara terbaik untuk berinovasi. Mereka berharap para “pelanggan” mereka di seluruh dunia dapat melakukan adopsi secara “copy & paste” atas produk mereka yang telah teruji, serta menyesuaikannya saat diterapkan. Pada umumnya mereka tidak percaya bahwa inovasi memerlukan penyesuaian (customization) dan perlu memiliki “personality” sendiri yang khas. Adopsi cara berinovasi secara generik ternyata tidak dapat menghasilkan inovasi sebagaimana yang mereka harapkan. Alasannya jelas, karena ini bertentangan dengan hakekat dasar dari inovasi itu sendiri, yaitu menghasilkan nilai tambah yang baru dan / atau dengan cara yang baru.
Dalam proses pengadaan pemerintah pada umumnya, seringkali diyakini bahwa calon rekanan atau mitra yang terbesar dan paling bereputasi adalah pilihan terbaik selain juga “teraman” untuk dipilih; agar supaya di kemudian hari seandainya kemitraan dalam startup gagal, pengambil keputusan dalam pemilihan mitra tidak menjadi menjadi sang kambing hitam. Pengalaman Dubai menunjukkan bahwa bermitra dengan pemasok “underdog” justru seringkali terbukti merupakan pilihan cenderung yang lebih baik, karena mereka bisa menjadi mitra yang lebih mau mendengar, lebih akomodatif, dan juga mau bekerja dan berpikir lebih kreatif.
Ketimbang pengadaan mitra inovasi melalui suatu tender internasional, Dubai mengundang para calon mitra startup mereka untuk menjajakan diri, layaknya di supermarket. Selanjutnya badan atau lembaga terkait dari pemerintah Dubai yang ditugaskan menjadi mitra startup bisa “shopping around”, berinteraksi, serta berkesempatan “mencicipi” proposal yang mereka tawarkan. Kalau terjadi kecocokan, barulah dilakukan penjajakan kerjasama awal, dengan mengembangkan prototipe program inovasi bersama. Seandainya kemudian hasilnya dianggap baik, barulah pemerintah Dubai (melalui badan / kementerian dan lembaganya) menawarkan kontrak kerjasama lebih lanjut.
5. Use Cases: Berbagi Dalam Memanfaatkan Sukses Inovasi
Use Cases adalah suatu pendekatan dalam implementasi inovasi untuk memanfaatkan sukses inovasi yang dicapai di bidang tertentu untuk dapat diterapkan dibidang lainnya; dengan cara menangkap konsepnya, memodelkannya, dan mengidentifikasikan persyaratan-persyaratan agar inovasi dapat dimanfaatkan di bidang atau sektor lainnya. Pemanfaatan sukses inovasi ke berbagai aplikasi di berbagai bidang tentu bermanfaat dalam mengintegrasikan dan mengakselerasikan seluruh sistem inovasi di lingkungan pemerintah Dubai; dan pada saat yang sama, akan menjamin keberlanjutan proyek-proyek inovasi bersama para mitra inovasi pemerintah Dubai yang teruji “produktif”.
Belajar Sukses dari Dubai
Visi dan aspirasi Indonesia Emas, untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi ke empat terbesar dunia di tahun 2045, juga bisa dijadikan sebagai energi pendorong untuk mengembangkan berbagai inovasi terobosan, seperti yang telah dicapai oleh Dubai. Karena hanya dengan sukses inovasi, Indonesia akan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi kita ke tingkat 7 – 8 % per tahun, sehingga dapat meraih cita-cita “emas” di atas. Untuk itu, mengapa kita tidak belajar dari prinsip-prinsip, kiat, serta strategi inovasi dari negeri gurun yang luar biasa ini?
Salam inovasi!
(KS/180125)