• +6221 4288 5430
  • +62 8118 242 558 (BIC-JKT)
  • +62 8118 242 462 (BIC-INA)
  • info@bic.web.id

INOVASI TANPA DISRUPSI:  OLEH-OLEH DARI JALAN-JALAN



Pengarang buku strategi inovasi Blue Ocean Strategy”, Chan Kim & Renee Mauborgne; lagi-lagi meluncurkan pemikiran mereka yang “disruptif” berjudul “Beyond Disruption”, bahwa ternyata berinovasi bisa dilakukan tanpa mendisrupsi atau merugikan siapapun!  Sejauh ini inovasi dalam teori maupun prakteknya, nyaris selalu dikonotasikan sebagai disruptif, yang bisa bermakna destruktif (merusak).  Contoh yang kita telah alami bahwa inovasi bersifat disruptif, misalnya bagaimana Go-Jek dan kawan-kawan mendisrupsi tatanan transportasi publik kita, atau bagaimana inovasi mereka sebagai Go-To  memporak-porandakan tatanan bisnis retail kita, mengimbas supermarket, mall, bahkan  bisnis ruko.  Silakan kunjungi ringkasan pemikiran tentang “Innovation Beyond Disruption” dengan KLIK di sini.

Oleh-Oleh dari Jalan-Jalan ke Bangkok

Di awal tahun 2024 ini, saat berlibur ke Bangkok (Thailand), kami booking wisata lokal di sekitar Bangkok, dan mendapat rekomendasi mengunjungi dua atraksi paling laris di sekitar Bangkok saat ini.  Kedua atraksi wisata itu adalah: (1) Mae Klong Railway Market, (2) Damnoen Saduak Floatingf Market.   Sekalipun barangkali bagi turis Indonesia atraksi tersebut bukan sesuatu yang mengagumkan, faktanya mereka membuktikan mampu menciptakan nilai tambah (inovasi) yang sukses, dan bisa dijadikan contoh sebagai praktek inovasi “non-disruptif” yang diwacanakan oleh Chan Kim & Renee di atas. Mestinya kita juga memiliki segudang peluang berinovasi di Indonesia, untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata dunia. 

Mae Klong Railway Market
Berlokasi sekitar seratus kilometer arah barat daya dari pusat kota Bangkok, situasi di destinasi wisata ini tak ubahnya dengan “masalah” kereta KRL Jakarta kita yang melintas kawasan Tanah Abang. Kita memecahkan masalah ini dengan menggusur rumah liar dan penduduknya di sepanjang rel kereta, agar suasana tidak kumuh dan membahayakan keselamatan penduduk dan keretanya; sedangkan otoritas pariwisata Thailand justru seolah membiarkan "aib" ini apa adanya dan justru menjadikannya sebagai atraksi wisata bagi turis mancanegara, yang laris manis. Dengan demikian, penduduk yang mencari kehidupan di tepi rel kereta malahan diuntungkan, dan para wisatawan bisa membawa pulang kisah dan pengalaman "dramatis" tersebut sebagai oleh-oleh saat kembali ke negerinya.  Belum lagi terhitung ekonomi yang diciptakan bagi pelaku pariwisata yang menyediakan transportasi serta pemandunya. Sebuah demonstrasi inovasi “Beyond Disruption” yang sungguh nyata dan menginspirasi bagi kita, soal bagaimana mengembangkan inovasi yang tidak menggusur masyarakat seperti biasanya. Berikut video ringkasnya (KLIK1), dan juga video promosinya (KLIK2    

Damnoen Saduak Floating Market
Objek wisata ini berlokasi sekitar 70 kilometer arah barat kota Bangkok, yang sebenarnya juga tidak berbeda dengan tradisi masyarakat Indonesia yang tinggal di kota-kota bermuara sungai besar, yaitu perekonomian rakyat termasuk pasar apung (floating market) yang mengandalkan sungai sebagai sarana perhubungan; seperti halnya di kota-kota Palembang, atau Banjarmasin atau Pontianak. Yang membuat pasar apung di Thailand ini berbeda adalah, karena mereka sekali lagi berhasil menjadikannya sebagai atraksi wisata mancanegara bernilai tinggi, dan sekaligus menjadikan ekonomi rakyat terangkat dan berkembang. Silakan tonton video ringkas berikut dengan (KLIK3). Pertanyaan yang masih mengusik adalah, mengapa Thailand bisa melakukannya, mengapa kita “masih seperti yang dulu”?


Oleh-Oleh dari Wahai di Pulau Seram

Bulan Mei yang baru lalu, kami diajak seorang teman yang tinggal di Wahai, Pulau Seram di Maluku, untuk jalan-jalan ke Pulau Misool di selatan kepala burung Papua. Peluang emas yang tentunya sulit ditolak, karena pulau Misool dikenal sebagai surganya mancing, dimana konon ikan di sana “mati tua”. Selain itu, Misool juga konon lebih cantik dari Raja Ampat, juga ditemukan berbagai situs petilasan manusia purba yang tidak ada di tempat lain. Sayangnya, saat sudah di atas speedboat mengarah ke Misool, kami dihadang cuaca buruk, yang memaksa kami menunda rencana dan impian menikmati surga Misool selama tiga hari. Nasib membawa kami kembali ke Wahai; dan tuan rumah kami di Wahai putar otak mencari alternatif objek wisata di seputar Wahai, demi mengkompensasi kelelahan kami 24 jam berjuang dari Ambon melewati laut, naik turun gunung dan hutan belantara untuk ke Wahai.       
Tuan rumah kami di Wahai, pak WS, awal mulanya adalah kontraktor proyek jalan dan jembatan yang selama lebih dari 20 tahun membantu pemerintah dalam membangkitkan ekonomi Pulau Seram, dengan membangun jalan lingkar di pulau Seram, termasuk ruas tengah yang menembus Taman Nasional Manusela yang medannya “berat”.  Namun berkat bisnisnya itulah, pak WS ini jadi mengenal sangat baik alam dan sumber daya Pulau Seram, juga permasalahan ekonomi sosial dan juga peluang bisnis yang ditawarkan.    

Membangun rantai pasok ikan segar
Bermula dari kegemaran pak WS memancing, dia menyadari betapa besarnya potensi memasok ikan dari Wahai ... ( KLIK4 ), dan betapa besar potensi untuk membangkitkan perekonomian Wahai, yang semula terisolasi dan kini mulai terbuka; khususnya ke pasar utamanya di Ambon, ibukota Maluku. Dari berdagang ikan untuk dijual ke Ambon, secara berangsur bisnis pak WS berkembang, dan saat ini telah memasok ke Ambon rata-rata 2 ton ikan segar sehari. Hal ini dimungkinkan karena semangat pak WS dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya nelayan Wahai; mulai dari membantu nelayan memiliki perahu motor dan galangan perahu sederhana; bahkan melalui toko pancingnya pak WS menyediakan peralatan memancing yang lengkapnya setara dengan toko pancing terlengkap di Menado bahkan di Jakarta sekalipun. Pada akhirnya, semua bisnis yang dilakukannya, mulai dari membangun akses jalan, memberdayakan nelayan, menyediakan alat penangkap ikan, membangun cold storage, dan yang terakhir melakukan pengolahan ikan segar modern di Wahai; kesemuanya terangkai menjadi rantai pasok ikan segar, yang selain bernilai tambah bisnis menarik, juga merupakan inovasi sosial-ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat Wahai. Saat ini pasok ikan segar ke TPI Hila dan pasar Arumbai di kota Ambon mendapat pasok dari nelayan Pulau Ambon hanya sekitar 20%, dan sisanya yang 80% datang dari para nelayan Pulau Seram.

Potensi Wisata Inovatif nan Eksotik di Wahai
Saat berada di Wahai, kami tinggal di guest-house milik pak WS ditepi pantai, yang rupanya disediakan bagi para pelanggan, yang datang ke Wahai dari seluruh dunia untuk berwisata mancing.  Di rumah itu terpampang foto-foto para pemancing dan tangkapannya di tengah hutan mangrove. Ternyata Wahai saat ini telah menjadi salah satu ikon dunia wisata memancing di hutan mangrove, memburu ikan raksasa langka, untuk dipancing, ditaklukkan, difoto, lalu dilepaskan kembali ke alam.  

Selain itu, wisata ke hutan Mangrove di Wahai sendiri juga berpotensi dikembangkan sebagai objek wisata eksotik bagi wisatawan mancanegara. Misalnya kalau sang bapak pergi memancing ikan di hutan Mangrove, barangkali sang istri ataupun anak-anaknya bisa ditawari berwisata menjelajahi hutan Mangrove, hutan di atas air yang menjadi habitat dan tempat berkembang biaknya berbagai satwa laut.  Ini berpotensi menjadi rekreasi wisata alam eksotik, yang tidak ada di hutan-hutan pada umumnya.

Kami juga sempat mampir ke Taman Nasional Manusela yang terletak di Gunung Binaya, jantung Maluku Tengah, yang dikenal memiliki keaneka-ragaman berbagai jenis burung. Anda kurang lebih 117 spesies burung yang unik, dan habitat alami bagi berbagai spesies endemik antara lain burung paruh bengkok seperti berbagai jenis burung Kakatua khas Maluku, burung Nuri dan Betet, serta burung Kasturi punggung ungu; juga berbagai jenis burung Raja-Udang khas Maluku karena memiliki variasi warna bulu yang beraneka-warna. ( KLIK ) disini untuk info lebih lanjut. 

Akhirnya, Wahai juga berpotensi menjadi tempat transit alternatif bagi wisatawan ke Pulau Misool, yang lebih mudah dan lebih dekat dijangkau melalui kota Ambon; dibandingkan rute umum yang sekarang berlaku melalui kota Sorong di Papua. Terlebih lagi sejak dibukanya penerbangan terjadwal dari Ambon ke Bandara Wahai, pada awal bulan Juni 2024 ini.


Epilog: Prospek Wahai untuk Berinovasi Tanpa Disrupsi

Nampaknya kita perlu mengubah paradigma berpikir kita sendiri, tentang bagaimana kita dapat berinovasi, menciptakan nilai tambah bagi para pelanggan, khususnya inovasi-inovasi terobosan bernilai tinggi, dan pada saat yang sama tidak mengakibatkan disrupsi / kerugian bagi para pemangku kepentingan (stakeholders). Untuk itu, rasanya kita perlu memikirkan ulang asumsi kita bahwa turis asing yang modern dan berkelas, harus kita layani dengan atraksi-atraksi yang terjamin aman, nyaman, dan hendaknya tidak memalukan citra negeri kita. 

Padahal, belajar dari oleh-oleh di atas, aspirasi banyak turis papan atas tidaklah selalu untuk memperoleh kenyamanan (comfort), elitis, ataupun dilayani seperti raja.  Bahkan seringkali nilai yang mereka hargai adalah kesempatan memperoleh pengalaman yang tidak biasa, yang eksklusif, bahkan terkadang dibumbui pula dengan sedikit ketidak-nyamanan atau keanehan; yang kemudian bisa menjadi pengalaman heboh, langka, atau mengagetkan yang dapat menjadi kisah menarik untuk mereka bawa pulang.     

Jangan-jangan di situlah kekeliruan kita dalam berinovasi, khususnya untuk menciptakan nilai tambah dari kegiatan pariwisata mancanegara.  
 

Salam inovasi!

(ks/100624)




 


Komentar

Belum ada komentar

Tinggalkan Pesan

Blog Terbaru

INOVASI TANPA DISRUPSI:  OLEH-OLEH DARI JALAN-JALAN

Pengarang buku strategi inovasi “Blue Ocean Strategy”, Chan Kim & Renee Mauborgne; l

Inovasi Indonesia Ini Bernama IKN

Kebanyakan kita akan sepakat bahwa prakarsa pemindahan ibukota kita ke IKN Nusantara adalah prakarsa

Inovasi "Champion of the Forest" dan Spirit “5K”

Oleh: Wiratno * (23-Sep-2023) Perhutanan Sosial sejak diperjuangkan oleh banyak tokoh di Kongres Ke

INOVASI TANPA DISRUPSI

Inovasi “besar” seringkali langsung diasosiasikan dengan terjadinya disrupsi / gangguan

Lima Hal Untuk Menjadi Inovator Sejati

Pertama-tama saya perlu mengakui, bahwa saya bukanlah seorang inovator. Bukanlah hal yang mudah untu