• +6221 4288 5430
  • +62 8118 242 558 (BIC-JKT)
  • +62 8118 242 462 (BIC-INA)
  • info@bic.web.id

Menuju Inovasi Nasional yang Berkinerja, atau Bubar Jalan?



Catatan: Tulisan ini selengkapnya telah dimuat di terbitan “105 Inovasi Indonesia - 2013"  ( hal. 240 – 241). Namun sepertinya terbitan tersebut terlalu dini, dan barangkali menjadi lebih relevan untuk kita bahas setelah hadirnya BRIN. Semoga pesan blog ini dapat kita sambut dengan optimisme dan semangat tinggi; karena untuk menuju inovasi nasional yang berkinerja, kita harus tabah dan jangan sampai patah hati dalam melewati “storming”, yang memang tidak nyaman, namun perlu. 


Bruce Tuckman (1965) mengajukan model empat tahap untuk menghasilkan prakarsa kelompok yang efektif;  Menurutnya, pembentukan kelompok yang “ideal” perlu melewati empat tahapan, yaituForming   - Storming – Norming – Performing.  
 

Prakarsa inovasi nasional kita dapat dilihat sebagai mekanisme pembentukan kelompok baru, bahkan yang strategis dan berwawasan jauh ke depan. Bayangkan saja, yang ingin dijadikan “kelompok” dalam konteks inovasi nasional kita adalah pihak-pihak yang sebelumnya tidak di“tupoksi”kan, bersama dalam kelompok yang sering kita sebut A-B-G  (Academics BusinessGovernment).  Kajian secara konsisten menunjukkan prakarsa inovasi nasional yang sukses adalah kunci kebangkitan fenomenal negara-negara, seperti Jepang, Korea, dan China. Kesimpulan selalu sama, A-B-G di negara-negara tersebut bersinergi dengan efektif dan kita kenal sebagai: Japan Inc., atau  Korea Inc., China Inc.
  
Demi memastikan kita juga menjadi Indonesia Inc., kita perlu mencermati prakarsa inovasi nasional kita dalam mengarungi ke empat tahapan pengembangan di atasForming  - Storming – Norming – Performing.  Penting dicermati adanya dinamika perubahan dalam tugas dan tantangan yang harus kita hadapi dalam perilaku kelompok, maupun dalam gaya kepemimpinan di setiap tahapan.  
 
  • Pembentukan (Forming):
Kelompok pada mulanya membangun orientasi bersama karena terpanggil demi suatu visi untuk melakukan sebuah gagasan besar bernama inovasi nasional.  Pada tahap ini, tugas pokok sang pemimpin adalah memastikan harapan dan aspirasi dasar setiap anggota terpenuhi, sambil mereka-reka berbagai atraksi agar mereka mau bergabung. Kepiawaian pemimpin dalam membangun ikatan, kontak, dan saling percaya (trust) di antara para anggota adalah kunci; karena para anggota pada umumnya belum merasa menjadi bagian dari kelompok dan cuma berbasa-basi. Wajarlah apabila sesekali mereka menguji sang pemimpin dalam menyikapi perbedaan antar A-B-G. Jika tidak terasa meyakinkan, mereka akan melupakan impian ikut membangun inovasi nasional, dan kembali ke “habitat” mereka.
 
  • Kericuhan (Storming):
Setelah orientasi bersama terbentuk, mulailah mereka berinteraksi. Berbagai itikad berbaur, mulai dari cuma untuk saling mengenal, merasa sejalan, saling tertarik bekerjasama; atau bahkan sebaliknya, saling unjuk gigi, saling menguji, ingin menguasai, atau mengejar pengakuan. Pada tahapan “storming”; persaingan, kesalah-fahaman, dan perebutan peran mewarnai interaksi, dan pastinya menimbulkan ketegangan/ketidak-nyamanan. Namun demikian, tahap storming juga merupakan proses untuk saling memahami perbedaan, serta mengenali hambatan-hambatan bersama yang harus dihadapi bersama. Gaya kepemimpinan dalam tahap storming perlu berubah dari gaya instruktif menjadi gaya “coach”, yang persuasif dan kompromistis; tapi sesekali menjadi provokatif dan manipulatif. Kegagalan dalam kepemimpinan “storming” dengan cepat akan membuyarkan impian para anggota kelompok baru ini, bahkan menjadikan mereka apatis, kelelahan, dan hilang harapan.  
 
  • Konsensus (Norming): 
Setelah selamat melewati storming dan tidak “bubar jalan”, kelompok juga belajar saling memahami perbedaan “latent” antar A-B-G, dan membangun respek serta keterbukaan. Ini modal yang penting agar A-B-G bisa menyepakati maksud, tujuan, dan norma baru dalam membangun inovasi nasional.  Peran dan tanggung jawab setiap komponen A-B-G  menjadi semakin jelas; dan tercipta kesadaran baru bahwa hanya melalui kelompok yang sinergis, sasaran bersama akan tercapai. Tugas terpenting dalam tahap norming ini adalah menyepakati norma baru.  Gaya kepemimpinan yang pas dalam tahap ini adalah facilitating dan memberdayakan (empowering).
 
  • Kinerja  (Performing): 
Setelah berhasil melewati tahap norming dengan selamat,  kelompok berhasil mencapai tahap siap meroket berkinerja (performing).  Antar anggota telah saling faham “isi perut” dan kapabilitas masing-masing, untuk menjadi penggerak kelompok menuju tujuan bersama. Sinergi yang awalnya cuma impian kini menjadi sesuatu yang otomatis, yaitu bagaimana masing-masing berkolaborasi. Gaya kepemimpinan pada tahap performing adalah menginspirasi, dan barangkali  “Tut Wuri Handayani” .
 
Inovasi Indonesia saat ini sepertinya masih harus berjuang di tataran “Storming”.  Apakah kita akan berhasil melangkah maju menuju “Norming”, kemudian “Performing” dan tidak malah “bubar-jalan”? Hanya waktu yang akan memberi tahu kita nanti. Tentunya kemungkinan yang terakhir sangatlah tidak kita harapkan terjadi. Semoga ...

Salam Inovasi Indonesia!

(KS/edited/100123)
 


Komentar

Belum ada komentar

Tinggalkan Pesan

Blog Terbaru

INOVASI TANPA DISRUPSI:  OLEH-OLEH DARI JALAN-JALAN

Pengarang buku strategi inovasi “Blue Ocean Strategy”, Chan Kim & Renee Mauborgne; l

Inovasi Indonesia Ini Bernama IKN

Kebanyakan kita akan sepakat bahwa prakarsa pemindahan ibukota kita ke IKN Nusantara adalah prakarsa

Inovasi "Champion of the Forest" dan Spirit “5K”

Oleh: Wiratno * (23-Sep-2023) Perhutanan Sosial sejak diperjuangkan oleh banyak tokoh di Kongres Ke

INOVASI TANPA DISRUPSI

Inovasi “besar” seringkali langsung diasosiasikan dengan terjadinya disrupsi / gangguan

Lima Hal Untuk Menjadi Inovator Sejati

Pertama-tama saya perlu mengakui, bahwa saya bukanlah seorang inovator. Bukanlah hal yang mudah untu