Kapankah & Akankah Ekonomi Kita Meroket?
Pada umumnya orang meyakini bahwa keberhasilan inovasi suatu bangsa/negara pasti akan mendorong pertumbuhan ekonominya. Berbagai tulisan baik yang berbasis analisis empiris maupun ilmiah dan teoritis mendukung bahwa keberhasilan inovasi berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Korelasi ini banyak diulas dalam literatur ekonomi dan data di berbagai negara. Misalnya saja Paul Romer dan Robert Lucas yang dikenal karena teori mereka "Endogenous Growth" mengatakan bahwa inovasi adalah key driver terpenting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Berbeda dengan model pertumbuhan klasik yang menganggap inovasi sebagai faktor luar (exogenous); Romer dan Lucas menempatkan inovasi sebagai buah dari investasi dalam sumber daya manusia, riset dan penelitian, untuk menciptakan pengetahuan baru yang tidak harus selalu datang dari "luar". Dalam konsep Total Factor Productivity (TFP) untuk mengukur efisiensi kerja misalnya, peningkatan output tidak hanya berasal dari peningkatan input (bahan baku, tenaga kerja, modal), tapi juga berkat faktor-faktor dalam proses, seperti peningkatan keterampilan, peningkatan kegairahan kerja, keterampilan, dan juga daya inovasi.
Selain itu berbagai kajian empiris di seluruh dunia secara konsisten menunjukkan korelasi kuat antara inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Misalkan saja kajian oleh OECD dan Bank Dunia membuktikan bahwa negara-negara yang menganggarkan dana riset yang besar sebagai persentase dari Gross Domestic Products (GDP) (misalnya saja negara-negara Korea Selatan, Jerman dan Finlandia) menunjukkan pertumbuhan GDP per kapita yang lebih tinggi bila dibandingkan negara lain. Bank Dunia juga menerbitkan laporan yang menunjukkan korelasi antara ekosistem inovasi yang sehat dengan daya saing dan pertumbuhan ekonomi negara.
Contoh-contoh sukses yang seringkali kita dengar, misalnya saja Korea Selatan, yang berinvestasi dalam riset yang mendorong inovasi dalam kebijakan industri mereka telah menghasilkan pertumbuhan GDP yang tinggi. Kisah sukses Nokia (dahulu) dari Finlandia bahkan menunjukkan, bagaimana dukungan dalam bentuk kebijakan inovasi ke hanya satu perusahaan telah membuat kinerja ekonomi negara Finlandia berkembang secara luar biasa. Demikian juga kisah legendaris kemajuan ekonomi Amerika Serikat (dahulu) berkat adanya Silicon Valley sebagai kawasan industri elektronika dan digital dunia.
Kesimpulannya, keberhasilan inovasi terbukti berkontribusi besar terhadap pertumbuhan GDP negara, baik secara teoritis maupun dalam kenyataan lapangan. Besarnya dampak pada pertumbuhan ekonomi tentu saja tergantung pada bagaimana kinerja inovasi diukur, siapa saja yang terlibat, serta bagaimana kebijakan nasional suatu negara mendorong kegiatan riset dan inovasi, aplikasi teknologi; dan secara luas, bagaimana sistem pendidikan negara ikut mendukung riset dan inovasi.
Indeks Inovasi Global dan Pertumbuhan Ekonomi
Sebuah kajian yang dilakukan terkait Global Innovation Index (GII) pada kurun waktu antara tahun 2013 sampai 2019, menemukan korelasi positif yang signifikan secara statistik antara pencapaian Indeks Inovasi Global (GII) negara dengan kinerja ekonomi mereka, yang diukur berdasarkan pertumbuhan GDP per kapita. Secara spesifik kajian menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu unit dalam GII berkorelasi dengan peningkatan PDB per kapita antara US$1.400 sampai US $1.600. Sementara itu sebuah kajian yang dilakukan oleh International Monetary Fund (IMF) antara tahun 1981 sampai 1997 juga menemukan korelasi positif antara besarnya transaksi karya intelektual (paten) dengan harga saham perusahaan-perusahaan berbasis riset di pasar modal, yang terkait erat dengan pertumbuhan GDP suatu negara. Bahkan korelasi di atas tidak hanya berlaku di negara maju yang anggota OECD, tapi juga berlaku di negara-negara berkembang diluar OECD.
Namun demikian, kalau kita tarik hal ini ke situasi Indonesia, ternyata hal di atas tidak atau belum berlaku di Indonesia. GII kita telah meroket dalam tiga tahun terakhir, tapi pertumbuhan ekonomi kita yang diukur berdasarkan pertumbuhan GDP, ternyata hanya begitu-begitu saja sejak belasan tahun lalu. Mengapa korelasi kinerja inovasi kita tidak (atau belum) menunjukkan tanda-tanda mendongkrak pertumbuhan GDP kita sejauh ini? Padahal, kalau kita ingin merealisasikan mimpi Indonesia Emas di tahun 2045, katanya perekonomian (GDP) kita harus bertumbuh setidak-tidaknya sebesar 7,5 % setahun, atau lebih baik lagi bila bisa mencapai 8% per tahun setiap tahun sampai tahun 2045. Jadi kita harus sangat serius berupaya menutup kesenjangan (gap) prestasi inovasi kita dengan pertumbuhan ekonomi yang "status-quo"; karena ini adalah tantangan terbesar untuk dipecahkan, demi masa depan anak cucu kita.
Menggugat masalah Indonesia ke Artificial Intelligence (AI)
Di era AI saat ini, konon kita bisa mencari jawaban atas pertanyaan apapun dan sepelik apapun ke AI, yang katanya bisa mengerahkan pengetahuan dan pemikiran dari seluruh jagad. Oleh karena itu, dengan sedikit kepo berikut saya menggugat (Q:) soal nasib kita ke AI. Dan berikut jawabnya (AI said) :
Q: Is there a proof that innovation success of a nation contributes to its GDP growth?
AI said:
Yes, there is substantial empirical and theoretical evidence supporting the idea that innovation success contributes to a nation’s GDP growth. This relationship is well-documented in economics literature and supported by data across countries and time periods. Innovation success strongly contributes to GDP growth, both in theory and in practice. The magnitude of the effect depends on how innovation is measured, the sectors involved, and the national policies supporting R&D, education, and technology diffusion. If you'd like, I can find specific datasets or case studies to illustrate this further.
Q: Yes please, please share if you have specific data, especially in the case of developing countries
AI said:
Certainly! Here’s a look at empirical data and case studies showing how innovation success contributes to GDP growth in developing countries:
Empirical Evidence & Studies:
- Global Innovation Index and GDP per Capita (2013–2019),
A cross-country analysis (covering many developing nations) found a positive and statistically significant link between the Global Innovation Index (GII),and GDP per capita. Specifically, each unit increase in the GII corresponded to a rise in GDP per capita between $1,400 and $1,600
- India and China (1980s–2000s):
- Malawi :
Q: In the case of Indonesia, GII index ranking have been more than a decade stagnated in the 80's till 2021, then we have dramatic jumps from rank # 87 (2021) to rank #53 (2024). But we have not achieved significant GDP growth increase, despite of our GII rank improvement? How come?
AI said:
You've raised a sharp and insightful point. Indeed, Indonesia’s Global Innovation Index (GII) ranking surged significantly—from 87th in 2021 to 53rd in 2024—but GDP growth has remained stuck at around 5 % annually. Here's a deeper exploration of why that might be the case:
1. Innovation Gains Have Not Yet Had Time to Translate
- 2021: ~ 3.7 % growth, recovering after pandemic contraction.
- 2022: Growth rebounded to ~ 5.3 %.
- 2023: Slipped slightly to ~ 5.05 %.
- 2024: Further slowed to ~ 5.03 %—the lowest in three years.
Despite GII improvement, the GDP growth rate remained virtually unchanged at around 5 %, showing no clear acceleration in line with rising innovation ranking.
a. Low R&D Intensity and Private Investment:
4. Why Your Innovation Improvements Aren’t Yielding Faster GDP Growth (Yet)?
Even though Indonesia’s GII ranking reflects substantial reforms and institutional improvements, these steps are still early-stage inputs. Real economic impact requires:
- Increased R&D scale, especially from the private sector.
- Improved technology diffusion across sectors and regions.
- Productivity-enhancing structural reforms—e.g. in labor, finance, competition, and trade policies.
- Diversification away from commodity reliance toward higher-value manufacturing and digital services.
Tinggalah semuanya menjadi urusan kita; apakah kita bertekad terus mencari jalan agar inovasi kita menjadi efektif untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045 demi anak cucu? Atau kita memilih menyerah dan kembali menjalani hidup seperti biasa lagi (sesuai nasihat “Mbok Sabar”)?
Salam inovasi !
(KS/290725)