TEMPE SAJA DIPERHATIKAN SEPERTI INI, KAPAN KEDELAI DIPERHATIKAN
Tempe adalah kekayaan budaya Indonesia yang semakin banyak memperoleh apresiasi di seluruh dunia. Padahal kita masih menganggap tempe sebagai makanan murahan, yang diperlukan masyarakat karena murah tapi bergizi. Semoga Seminar “Tempe” Internasional bisa membangunkan kita, bahwa tempe adalah warisan budaya yang bernilai tinggi yang perlu terus kita inovasikan.
Ragi tempe karya inovasi LIPI, tanpa banyak yang menyadari, telah selama belasan tahun menjadi standar “de facto” dalam pembuatan tempe di Indonesia; yang selain efisien, menjamin standar, juga menghasilkan tempe bermutu yang kita nikmati saat ini. Pada gilirannya, inovasi untuk kedelai sebagai bahan utama pembuat tempe, harus pula memperoleh perhatian pemerintah. Saat ini sekitar 70% pasok kedelai kita berasal dari sumber impor, baik dalam bentuk kedelai komoditas maupun kedelai bibitnya.
Padahal kita mempunyai cukup banyak inovator “jawara” dalam perkedelaian. Salah satunya adalah Adi Wijaya asal Grobogan. Adi adalah salah seorang penerima “grant” Mandiri Young Technopreneur, untuk mengembangkan inovasinya. Dia membuktikan bahwa seandainya diberi kesempatan; dengan inovasinya, kedelai asli Grobogan mampu bersaing dari segi produktivitas, maupun secara kualitas dengan kedelai impor. Melalui hitung-hitungannya, Adi menunjukkan bahwa Indonesia seharusnya bisa berswasembada kedelai hanya dalam waktu lima tahun saja.
Selain bahwa ketahanan pangan kedelai secara “politis” adalah agenda pemerintah yang penting; peluang membuka lapangan kerja secara massal di sektor pertanian Indonesia dengan inovasi, yang mampu bersaing dengan komoditas pangan impor, akan menjadi hal yang lebih penting lagi di era persaingan global masa depan. (KS/090818)