Inovasi Sawit : Cahaya di Ujung Terowongan Krisis Covid-19
Menyimak acara webinar Mahakarya Inovasi Sawit Nasional, dalam rangka Pekan Riset Sawit Indonesia-2020 pada 20 Oktober 2020 kemarin, sungguh terasa seperti siraman air yang sejuk di tengah teriknya matahari pandemi saat ini. Apa pasal? Ternyata dalam suasana pandemi Covid-19 dimana semua orang merasakan cekaman “krisis”, sektor industri sawit justru menawarkan harapan. Bergairahnya ekspor sawit dengan harga internasional yang lumayan baik, serta terus didorongnya pemakaian biodiesel B-30 berbasis sawit untuk mensubstitusi impor bahan bakar diesel, dampaknya bagi neraca perdagangan nasional ternyata cukup mengagetkan (lihat gambar 02). Berkat sumbangan sektor sawit, neraca perdagangan Indonesia (Januari - Agustus 2020) yang tanpa sawit seharusnya defisit hampir 5 Milyar US$, bisa didongkrak menjadi “Surplus” lebih dari 11 Milyar US$ ! Tak kalah pentingnya, sektor Sawit juga berkontribusi pada penyediaan lapangan kerja sebanyak 4 juta orang, bahkan kalau dihitung termasuk tenaga kerja tak langsung, angkanya menjadi 12 juta orang secara nasional! (Gambar 04).
Yang juga sangat menggugah optimisme kita adalah dipaparkannya berbagai prospek penerapan “Mahakarya Inovasi” sektor sawit, dari hulu sampai ke hilir, yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Paparan termasuk tentang inovasi pemanfaatan lahan gambut tak produktif; deteksi dini “momok” pembunuh sawit Ganoderma yang semakin mudah dan akurat; pengembangan katalis untuk pengolahan bio-fuel dan biogas dari minyak sawit maupun limbah sawit, yang sekaligus bisa menjadi solusi masalah lingkungan. Selain itu dipaparkan berbagai karya inovasi sektor sawit yang memberikan harapan bagi industri sawit Indonesia berkat berkah alam kita yang melimpah. Kita hendaknya tidak hanya berbangga sebagai pemain sawit terbesar di dunia, tapi juga harus terus berinovasi untuk menjadi pemain sawit yang produktif dan kompetitif dalam tataran global.
Prospek masa depan sawit yang semakin menggairahkan lagi, disampaikan oleh Prof. Dr. Gede Wenten dari ITB. Prof Wenten memaparkan visinya soal industri sawit masa depan. Sebagai seorang pakar Teknik Kimia, dengan lugas Prof. Wenten mengatakan, bahwa industri sawit masa depan tidak lagi boleh berbicara “menanggulangi limbah”; karena limbah adalah cerminan kegagalan (teknologi) manusia untuk memanfaatkan berkah alam secara seharusnya. Inovasi (teknologi) apapun yang kita kembangkan “per definisi” haruslah menciptakan nilai tambah, bukannya menciptakan masalah. Prof Wenten lebih lanjut memamerkan penelitian inovasi beliau tentang prospek pemakaian “hydrophobic membrane” untuk mengolah sawit secara langsung menjadi produk-produk akhir yang bernilai tinggi ; sekaligus menghindari terjadinya limbah, pemborosan energi, dan produk yang kurang bermutu maksimal. Biang keladi dari masalah ini menurut Prof. Wenten, adalah karena dengan teknologi yang berlaku, di awal proses pengolahan sawit kita menambahkan air, namun akhirnya harus membuangnya kembali bersama berbagai pemborosan dan limbah di sepanjang sampai akhir proses.
Bayangkan saja, kalau Indonesia ke depan mau memfokuskan diri habis-habisan pada upaya inovasi sektor sawit kita. Niscaya akan berlaku hukum Pareto (Wilfredo Pareto) yang dapat diartikan sebagai: “80% kemakmuran Indonesia ditentukan oleh 20% dari sektor ekonomi unggulan, dan salah satunya adalah sektor industri sawit”. Lebih lanjut, hukum Pareto juga bisa berarti: “80% sukses dan daya saing sektor industri sawit kita ditentukan oleh 20% faktor sukses kunci (key success factors), dan salah satu yang terpenting pastilah inovasi!”
Salam inovasi Indonesia !
(KS211020)