Berinovasi dengan Mengawinkan “Technology Push & Market Pull”
Upaya pemerintah kita dalam melakukan hilirisasi dan alih teknologi telah mendorong dikembangkannya belbagai program inkubator bisnis atau inkubator teknologi bagi pebisnis pemula (start-ups). Diskusi dan “arahan” utama dalam upaya ini adalah mengkomersialkan hasil-hasil litbang, agar dapat dimanfaatkan oleh para mitra industri atau bisnis, sehingga pada gilirannya dapat mendongkrak daya saing industri mereka.
Mengidentifikasikan prospek aplikasi serta mempromosikan hasil-hasil litbang ke industri, seringkali menjadi arahan utama pemerintah. Fokus pertanyaannya kemudian: “Bagaimana kita menemukan “pintu masuk” ke ranah industri/pasar? Apakah dengan menawarkan lisensi dan paten? atau mendorong inovator litbang membuat bisnis “start-up”? atau dengan kampanye maupun insentif untuk “menyadarkan” para pelaku bisnis tentang prospek cerah berinovasi?”
Namun, sebaik apapun upaya kita memahami pasar, kalau dilihat dari sisi penyedia saja, akan mengakibatkan ketidak-seimbangan informasi (information asymmetry), sebagaimana disinyalir oleh Joseph Stiglitz. Dalam konteks alih teknologi dan inovasi, hal ini disebut sebagai ketidak-seimbangan di antara para pelaku inovasi (innovation actors’ asymmetry), yang selain mempengaruhi kualitasnya, juga memperbesar risiko kegagalan inovasi.
Dr. Florin Paun mengusulkan pendekatan yang praktis untuk memecahkan innovation actors’ asymmetry di atas, yaitu dengan menambahkan skala Demand Readiness Level (DRL) dengan urutan terbalik pada skala Technology Readiness Level (TRL) yang tengah digencarkan penerapannya, sebagai kriteria menetapkan prospek/kesiapan hilirisasi inovasi.
Argumen dasar dari model ini adalah bahwa dalam alih teknologi, kita tidak bisa mengatakan kesiapan inovasi hanya mengandalkan pada kesiapan teknologi saja (technology push), ataupun kesiapan pasar saja (market pull). Dalam dinamika perubahan dan persaingan pasar dan teknologi yang sangat cepat dewasa ini, pelaku bisnis tidak akan menunggu sampai TRL pengembangan inovasi mencapai level tertinggi tapi kehilangan “timing” masuk ke pasar. Sebaliknya, jika DRL suatu inovasi sudah mencapai level yang tinggi, para pelaku bisnis niscaya akan bertindak lebih “pro-aktif” mengejar sumber inovasi/teknologi, dan menawarkan kerjasama alih-teknologi, sekalipun tingkat TRL inovasi tersebut masih rendah.
Setelah hampir 3 tahun berupaya mengundang Dr. Florin Paun dan mitranya M. Philippe Richard; BIC akhirnya berhasil para pakar inovasi yang mengembangkan konsep TRL+DRL ini untuk datang ke Indonesia.
Untuk itu BIC bekerjasama dengan CIS-School of Innovation, dan dengan dukungan Event Organizer Global Communication, akan menyelenggarakan serangkaian seminar, diskusi dan workshop dengan tema “Accelerating Indonesia’s Innovation”. Seminar dan lokakarya (workshop) dengan kedua pakar dari Perancis, dan tokoh-tokoh inovasi Indonesia akan ditawarkan pada para pelaku riset dan inovasi di seluruh Indonesia.
Eko PRNov 24,2018
Semoga seminar & workshop nya sukses.