• +6221 4288 5430
  • +62 8118 242 558 (BIC-JKT)
  • +62 8118 242 462 (BIC-INA)
  • info@bic.web.id

Investasi, Inovasi dan UMKM Kita



Harian Kompas 23 Juli 2022 (hal. 9) dalam tulisannya “Investasi Belum Maksimal” mengulas bahwa strategi investasi saat ini yang diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah belum memberi dampak langsung secara signifikan pada penciptaan tenaga kerja.  Padahal pencapaian investasi baru pada Semester I-2022 ini senilai Rp 584,6 triliun, sebenarnya sudah praktis memenuhi target semester, dari yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi untuk seluruh tahun 2022 ini sebesar  Rp. 1.200 triliun. Minimnya penciptaan lapangan kerja baru lewat investasi ini; bisa jadi akibat tren otomasi di investasi industri-industri berskala besar; yang dengan pesatnya perkembangan teknologi menyongsong era "Industry 4.0", telah mendorong investasi dalam mesin-mesin otomatis, perangkat komputer / digital, robot, serta kecerdasan buatan; yang cenderung mengambil alih peran tenaga kerja manusia.

Fenomena pengambil-alihan tenaga manusia oleh “mesin dan komputer” sebenarnya telah kita alami sejak dulu. Di tahun 1970-an misalnya, industri semikonduktor yang padat karya diserobot otomasi demi mutu. Berikutnya, terjadi pula di industri tekstil kita, lalu di dunia otomotif, di industri FMCG (fast moving consumer goods), maupun di layanan jasa-jasa seperti teller perbankan, bahkan di gardu karcis jalan tol. Kalau otomasi dilarang, industrinya mengancam tutup dan pindah.  

Di sisi terangnya, di tengah pandemi dan keterpurukan berbagai kegiatan ekonomi termasuk yang bersifat padat karya; kita juga melihat hadirnya investasi jenis baru, dengan hadirnya start-ups berbasis “online” yang sekalipun telah melindas berbagai bisnis model “lama”, namun juga menumbuhkan berbagai bisnis baru, dan menciptakan lapangan kerja jenis baru yang sebelumnya tidak ada dalam jumlah besar; bukan dalam format industri besar, tetapi justru terdistribusi di usaha-usaha berskala mikro, kecil dan menengah alias UMKM.

Sebagai contoh, misalnya layanan belanja online telah menciptakan berbagai usaha rumahan, warungan, pengantaran (ojek), layanan pelanggan online; juga desain perangkat lunak, aplikasi, digital games, dan sejenisnya; yang merebak dengan pesat tanpa menyandang nama-nama perusahaan raksasa “legendaris”. Ciri utama dari kegiatan model baru ini adalah bahwa semuanya dilandasi oleh inovasi; baik inovasi produk, inovasi layanan, atau “cuma” inovasi dalam model bisnisnya. Mereka dengan cepat merambah dan membunuh berbagai produk, layanan, atau kegiatan bisnis model lama, namun juga menciptakan lapangan kerja baru. Secara agregat sepertinya dapat mengkompensasikan hilangnya lapangan kerja yang tersingkir. Alhasil, sekalipun terjadi “jeruk makan jeruk”, ini lebih baik ketimbang “mesin dan robot makan jeruk”.     

Bicara soal investasi, semua kegiatan inovatif di atas didukung investasi kapital berskala raksasa dari sumber dalam negeri maupun global. Istilah yang kini sering kita dengar: “Unicorn”, investasi yang menghasilkan kapitalisasi nilai di atas 1 milyar US Dollar alias Rp 15 triliun. Bahkan sudah ada yang berstatus “Decacorn” dengan kapitalisasi di atas Rp. 150 triliun, dan umumnya kegiatannya terdistribusi luas melibatkan banyak bisnis kelas UMKM.  

Visi dan aspirasi Indonesia Emas, untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi ke empat terbesar dunia pada tahun 2045, tentu bisa menjadi energi pendorong semangat yang hebat. Tidak boleh kita lupakan bahwa syaratnya adalah bahwa kita harus dapat memanfaatkan “berkah demografis” Indonesia, yaitu saat struktur demografi Indonesia memberikan jumlah tenaga kerja berusia produktif yang maksimal. Jika kita gagal dalam mendaya-gunakan tenaga kerja tersebut, berkah demografis kita justru bisa jadi akan menjadi “musibah demografis”.  


Pada akhirnya, kesemua di atas memerlukan paradigma / pemikiran baru, bahwa  investasi untuk pertumbuhan ekonomi agar dapat seiring sejalan dengan penciptaan lapangan kerja dan memanfaatkan berkah demografis Indonesia, harus dilandasi oleh inovasi, tidak lagi berbasis “pabrik besar”.  Syaratnya, kita memerlukan kepemimpinan nasional dengan paradigma baru, konsisten dan fanatik untuk secara terus-menerus mendorong upaya inovasi terobosan. Sekalipun pilihan strategi mencari terobosan inovasi, jelaslah bukan jalur yang nyaman dan “damai”; justru pilihan jalur yang melelahkan, yang penuh tantangan dan penuh risiko. Tapi hanya dengan perjuangan, risk-taking, serta kerja ekstra keras, kita tetap bisa bermimpi Indonesia Emas 2045. Demi anak dan cucu kita ....

Salam inovasi !
(Kristanto Santosa)

Catatan:
UMKM dan Bisnis Startups terbukti memiliki potensi menciptakan dampak pertumbuhan ekonomi fenomenal jika dibekali dengan inovasi. Salah satu contoh adalah Finlandia, yang dengan proyek FINKAMIE 2019  telah menjadikan Finlandia menjadi negara yang paling inovatif di dunia berbasis UKM.  Negeri lain yang mirip Indonesia dan memprakarsai inovasi UKM adalah Brazil, yang sepertinya juga memberikan hasil awal yang mengesankan. Silakan klik LINK ini untuk menonton kiprah SEBRAE bagi inovasi UKM di Brazil.  


(KS/250722)
 


Komentar

althafJul 26,2022

Terima kasih untuk artikelnya Pak Kris yang disertai dengan link rekaman zoom diskusi GIMI. Sangat menarik dan membuka wawasan. Saya sepakat bahwa generasi saat ini harus didorong untuk memiliki cara berfikir yang inovatif/out of the box - tidak seperti generasi2 sebelumnya. Pemikiran inovatif juga harus didukung oleh keberanian, kegigihan dan komitmen untuk mewujudkannya serta tahan banting dalam menghadapi berbagai tantangan (yang bertolak belakang dengan mayoritas generasi saat ini yang dijuluki "generasi rebahan/serba instant", selain itu tentunya sangat memerlukan sokongan permodalan dari pihak ke-3 yang memang bertujuan untuk mengembangkan UKM dan menciptakan lapangan kerja yang luas, bukan sebaliknya yakni lebih berorientasi semata-mata pada cuan. Salam Inovasi :)

Tinggalkan Pesan

Blog Terbaru

Inovasi "Champion of the Forest" dan Spirit “5K”

Oleh: Wiratno * (23-Sep-2023) Perhutanan Sosial sejak diperjuangkan oleh banyak tokoh di Kongres Ke

INOVASI TANPA DISRUPSI

Inovasi “besar” seringkali langsung diasosiasikan dengan terjadinya disrupsi / gangguan

Lima Hal Untuk Menjadi Inovator Sejati

Pertama-tama saya perlu mengakui, bahwa saya bukanlah seorang inovator. Bukanlah hal yang mudah untu

TRL, MRL, IRL, DRL, DLL …. DLL ………….

Tantangan terbesar kita dalam berinovasi bukanlah karena terbatasnya kompetensi manusia Indonesia, a

Menuju Inovasi Nasional yang Berkinerja, atau Bubar Jalan?

Catatan: Tulisan ini selengkapnya telah dimuat di terbitan “105 Inovasi Indonesia -